Potensi resesi yang akan dialami Amerika Serikat makin berpotensi memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Data Refinitiv menunjukkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS per pukul 12.04 WIB, Rabu (7/8/2024) telah bergerak di level Rp 16.110/US$, atau menguat 0,31% dari penutupan perdagangan kemarin Rp 16.160/US$.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Bank Indonesia Edi Susianto mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi masih terus menguat, seiring dengan besarnya potensi resesi AS.
“Iya, kalau dengan itu bisa saja terjadi. Sekarang saja kan sudah Rp 16.120-an tuh,” kata Edi saat ditemui di kawasan Gedung MA, Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Sebagaimana diketahui, indikator pendeteksi resesi Amerika Serikat (AS) atau yang biasa dikenal Sahm Rule Indicator naik secara konsisten. Data Sahm Rule mengalami kenaikan selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Per Juli 2024 di level 0,53%.
Data historis menunjukkan setelah peringatan Sahm Rule muncul atau angka indikatornya menunjukkan 0,50 poin persentase, angka pengangguran terus meningkat. Data dari Bank of America (BofA) menunjukkan sejak 1953, indikator Sahm tidak pernah salah dalam mendeteksi resesi.
Di tengah potensi resesi AS itu, survei CME FedWatch Tool juga tetap menunjukkan The Fed kemungkinan besar akan memangkas suku bunganya lebih cepat yakni pada pertemuan September mendatang.
Jika hal tersebut benar terjadi, maka tekanan terhadap rupiah akan semakin minim karena aliran modal asing akan kembali deras keluar dari AS dan masuk pasar negara berkembang atau emerging market.
Edi pun menganggap, kondisi itu akan semakin membuat rupiah menguat ke depannya. Ia mengatakan, peluang untuk bergerak di bawah Rp 16.110 masih terbuka luar karena nilai tukar rupiah masih undervalue atau masih di bawah harga pasar. “Peluangnya sangat terbuka, peluangnya besar lah,” tegas Edi.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga memiliki pandangan yang serupa dengan Edi. Ia mengatakan, semakin besarnya potensi AS resesi maka kemungkinan Bank Sentral AS atau The Fed untuk menurunkan suku bunga acuannya lebih cepat pada tahun ini.
“Ekspektasi penurunan suku bunga acuannya kan jadi semakin gede, harapannya kalau cut rate nya beneran di September harusnya be positive on rupiah dan penurunan bond yield,” tutur Andry.