Memaknai hidup melalui embriologi

Memaknai hidup melalui embriologi

Ilustrasi – Kehamilan. ANTARA/HO.

Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan sebuah kasus bunuh diri seorang mahasiswa pendidikan dokter spesialis di salah satu perguruan tinggi. Kasus ini menyita banyak perhatian dan memicu perdebatan publik. Korban diduga mengalami depresi, hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Kasus ini tentu memberi banyak pelajaran bagi kita untuk menjalani hidup dengan lebih legawa.

Ada banyak alasan mengapa kita harus bertahan dari terpaan berbagai macam badai kehidupan. Kita semua dilahirkan sebagai hasil fertilisasi antara sel telur yang berasal dari ibu dan sel sperma yang berasal dari ayah. Untuk dapat dilahirkan ke dunia ini butuh proses yang tidak mudah.

Persaingan pertama terjadi ketika sel sperma yang dihasilkan oleh seorang ayah hendak menemui sel telur yang berada jauh di dalam oviduk atau saluran tuba seorang ibu. Dalam usaha menemui sel telur tersebut, ada persaingan ketat antara sel sperma.

Dalam peristiwa tersebut, ratusan juta, bahkan miliaran sel sperma bersaing sengit satu sama lain untuk menjadi yang terbaik dan layak membuahi sel telur. Hanya mereka yang sehat, kuat, prima, dan unggul lah yang berhasil menemui sel telur. Dalam perjalanan yang panjang tersebut, sebagian sel bisa mati di tengah jalan karena perbedaan kondisi lingkungan atau kondisi abnormalitas lainnya, yang menyebabkan mereka gagal melakukan fertilisasi, dan akhirnya terdegradasi.

Itu pun belum cukup. Dari sekian banyak sel sperma yang berhasil mencapai saluran tuba, Cuma satu sel saja yang lolos seleksi dan terpilih untuk melakukan fusi inti sel dengan sel telur.

Lalu siapa yang terpilih dan berhasil melakukan fertilisasi tersebut? Jawabannya adalah kita semua yang saat ini diberikan kehidupan oleh Tuhan. Hanya sel sperma yang paling unggul lah yang akan menjadi pemenang, yang berhak membuahi sel telur, yang nantinya akan berkembang menjadi saya, anda, dan manusia lainnya.

Setelah proses pembuahan selesai, berkembanglah ia menjadi zigot dan embrio. Lantas, apakah semua embrio yang terbentuk pasti akan dilahirkan dan berkembang menjadi seorang manusia? Tentu tidak. Ada banyak embrio yang mengalami kegagalan dalam tahap perkembangannya. Sebagian embrio, bahkan belum sempat berkembang menjadi janin, mengalami keguguran dan kematian, akhirnya perjalanan hidup mereka terhenti. Mereka, bahkan belum sempat menatap wajah kedua orang tua yang sangat menantikan kelahirannya.

Bagi sel yang unggul, setelah terbentuk zigot tersebut, satu sel hasil pembuahan tersebut melakukan serangkaian pembelahan embrionik, memasuki fase morulasi, blastulasi, gastrulasi, embriogenesis, hingga terbentuk janin.

Perjalanan panjang fase awal pun dimulai selama sekitar 9 bulan 10 hari. Selama periode tersebut, kita terus mengalami perubahan demi perubahan dan pertumbuhan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga trimester. Hingga pada akhirnya kita siap untuk dilahirkan.

Oleh karena itu, kita yang telah berhasil dilahirkan patut untuk bersyukur, karena sejatinya kita adalah para pejuang tangguh, sekaligus pemenang yang dinantikan oleh kedua orang tua kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*