Asing Sebenarnya Tak Kabur dari RI, Tapi Lari ke Sini!

Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Aliran modal asing masih deras masuk ke Indonesia. Namun, kebanyakan mengalir ke instrumen operasi moneter milik Bank Indonesia, yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI.

Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray mengatakan, saat ini memang terjadi tren peralihan dana asing masuk, dari semula ke pasar SBN maupun Saham menjadi ke SRBI, karena imbali hasil instrumen itu sangat tinggi dengan tenor pendek.

“Sebenarnya terjadi shifting, karena selama ini masuk ke duration yang panjang. Tetapi dengan duration yang panjang yieldnya tidak mencapai 7% katakanlah untuk 10 tahun, sementara 1 tahun bisa 7,5%,” kata Ralph dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Senin (28/7/2024).

Oleh sebab itu, Ralph menekankan secara sistem yang terjadi selama ini bukanlah kondisi capital outflow di sistem keuangan Indonesia, melainkan sebatas beralihnya aliran masuk modal asing.

“Jadi kalau kita lihat in net atau in total masuk justru, ada di SRBI. SRBI itu menjadi salah satu instrumen moneter yang dipergunakan BI untuk operasi moneter dalam menggalang dana, terutama diharapkan dari investor luar yang memang khawatir dengan pergerakan suku bunga yang cukup tajam akhir-akhir ini,” tegas Ralph.

Mengutip data aliran modal asing yang ada di Bank Indonesia per pekan IV-2024, berdasarkan data setelmen sejak awal tahun ini sampai dengan 25 Juli 2024, nonresiden atau investor asing memang tercatat jual neto Rp 32,08 triliun di pasar SBN, jual neto Rp 1,89 triliun di pasar saham, namun beli neto hingga Rp169,41 triliun di SRBI.

Sebagaimana diketahui, imbal hasil atau yield SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 12 Juli 2024 masing-masing memang pada level tinggi, mencapai 7,30%, 7,39%, dan 7,43%. Melampaui imbal hasil SBN tenor 2 dan 10 tahun per 16 Juli 2024 yang masing-masing sebesar 6,68% dan 6,95%.

Masuknya aliran modal asing ke pasar SRBI ini menurut Ralph tidaklah buruk karena memang menjadi cara BI untuk membuat nilai tukar rupiah stabil, terutama dari sisi menjaga pasokannya di dalam sistem keuangan Indonesia. Bila rupiah sudah stabil, ia meyakini BI akan mulai mengendurkan imbal hasil instrumen itu.

“Dalam satu bulan saja kita lihat rupiah waktu bulan lalu masih di atas Rp 16.450, sekarang paling tidak sudah berada di kisaran Rp 16,270. Itu merupakan sebuah hasil dari operasi moneter yang sebetulnya dilakukan oleh Bank Sentral di dalam memang menarik investasi asing untuk masuk ke sini,” ucap Ralph.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*