Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi akhirnya muncul dan merespons mengenai klaim kerugian PT Wijaya Karya (Persero) Tbk akibat proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung. Menurutnya hal ini berkaitan dengan proses penagihan.
“Saya pikir tanyakan ke WIKA aja deh, yang penting kalau di KCIC, WIKA itu sebagai kontraktor ya kan. Artinya semua penagihan dari kontraktor itu harus ikuti semua yang ada di klausul di kontrak EPC (Engineering Procurement Construction),” kata Dwiyana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Menurutnya proses yang dilakukan seharusnya dilakukan dengan implementasi Good Corporate Governance (GCG).
Sementara Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan hal itu terjadi saat WIKA masih menjadi kontraktor. “Itu waktu Kontraktor,” katanya.
Sebelumnya Direktur Wijaya Karya Agung Budi Waskito mengungkapkan tingginya beban bunga dan lainnya menjadi penyebab besar kerugian WIKA sepanjang tahun 2023 oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). PSBI merupakan konsorsium yang dibentuk untuk mengerjakan proyek kereta cepat.
“Ada dua komponen yang pertama adalah beban bunga yang cukup tinggi, kedua adalah beban lain-lain di antaranya mulai tahun 2022 kami sudah mencatat adanya kerugian dari PSBI atau kereta cepat aliasi Whoosh yang tiap tahun juga cukup besar,” ujarnya saat rapat bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Rabu (10/7).
Seperti diketahui, WIKA mencatatkan rugi Rp 7,12 triliun sepanjang tahun 2023. Kerugian bersih WIKA membengkak 11.860% dari kerugian Rp 59,59 miliar di tahun 2022.
Tercatat, beban WIKA membengkak yang terdiri dari beban lain-lain naik 310,16% menjadi Rp 5,40 triliun. Sementara beban keuangan meningkat 133,70% sebesar Rp 3,20 triliun di tahun 2023.
“Beban lain-lain ini di antaranya mulai tahun 2022 kami sudah mencatat adanya kerugian dari PSBI atau kereta cepat,” sebutnya.
Agung mengungkapkan, WIKA telah menggelontorkan dana yang cukup besar untuk proyek kereta cepat Jakarta – Bandung tersebut sebesar Rp 6,1 triliun. Selain itu juga ada dispute atau sengketa pembayaran senilai Rp 5,5 triliun.
“Memang paling besar karena dalam penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung, yang memang dari penyertaannya saja sudah Rp6,1 triliun, kemudian yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp5,5 triliun sehingga hampir Rp12 triliun,” jelasnya.
Sebelumnya manajemen KCIC juga juga sudah buka suara mengenai klaim dispute sebesar Rp 5 triliun yang disampaikan pada sejumlah pemberitaan yang beredar, dalam prosesnya semua yang berkaitan dengan penagihan di KCIC.
“harus melalui prosedur administrasi agar semuanya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik termasuk dari sisi keuangan sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik (GCG),” ungkapnya Corsec PT KCIC Eva Chairunisa, dalam keterangan, Rabu (17/7).